Di tembok sebelah halte Semanggi, sebaris grafiti ditulis dengan pilox hitam yang membuatnya kalah mencolok dibanding grafiti lainnya. “Don’t Gain The World and Lose Your Soul”, begitu bunyinya. Entah siapa yang menuliskannya, seakan ingin menyampaikan sebaris hikmah pada ribuan orang yang tiap hari lalu lalang di salah satu lokasi paling ramai di Jakarta. Berapa orang yang tidak abai membacanya? Berapa yang berhenti sejenak untuk memikirkan pesannya?
Si penulis grafiti mungkin berbagi kegelisahan yang sama dengan Nabi yang pernah mengungkapkan kekhawatiran beliau terhadap meluasnya cinta dunia sepeninggal beliau. Kekhawatiran yang beralasan karena beliau tahu dunia punya segala hal yang membuatnya mudah dicintai. Cinta yang pada gilirannya membuat dunia bukan hanya jadi tujuan, bahkan kompas dan peta diri. Maka muncullah sosok2 zombie yang selalu lapar, berpikir pendek, ingin enaknya saja, dan sama sekali tak punya idealisme dalam bentuk apapun. Selayaknya zombie, mereka telah kehilangan “soul” mereka, seperti yang diperingatkan grafiti tadi.
Ada pengalaman menarik sewaktu berwisata ke pantai Sumur yang mengingatkan gue pada sebuah tamsil populer tentang fananya dunia. Sewaktu di pantai, salah satu kesibukan gue adalah mengumpulkan kulit kerang yang begitu beragam rupanya. Setiba di rumah gue mengeluarkan satu plastik besar kulit kerang dari carrier gue, yang sampai sekarang belum gue sentuh lagi karena tidak terpikir sama sekali kegunaannya. Begitulah, kadang kita kehilangan kendali dan sibuk dengan sesuatu yang sama sekali tak ada artinya. Usaha klta jadi tak berarti bukan karena kita tak berusaha, tapi justru karena kita salah dalam menentukan mana yang penting-mana yang remeh, mana yang untuk hari ini-mana yang untuk hari kemudian.
Gue selalu ngerasa saat puasa di bulan Ramadhan adalah waktu yang paling tepat untuk mengkailbrasi kembali peralatan navigasi kita. Sambil berisitrahat untuk mengatasi kelelahan batin, memperbanyak audiensi dengan Ilahi untuk berkonsultasi tentang tujuan dan jalan yang sudah kita pilih, sambil tak lupa mendalami kembali atlas-Nya.Toh akhirnya sepanjang apapun jalan yang kita tempuh, kita akan kembali padaNya.
You’re going to meet at the same door;
You’re going to know the real score – in the end
-In The End, Yusuf